Kesenian Cigawiran
Pimpinan / Tokoh : Rd. Iyet DimyatiAsal : Kampung Serang - Desa Cigawir - Kec. Sela Awi - Kab. Garut
Cigawiran |
Cigawiran merupakan seni vocal yang mempunyai kekhususan dan berbeda dengan lagam - lagam tembang lainnya, meski demikian Cigawiran tetap dikategorikan sebagai salah satu jenis Tembang Sunda yang mempergunakan lagam atau ala Cigawir.
Tembang Sunda Cigawiran diperkirakan dikembangkan mulai sekitar tahun 1823 dengan tokohnya Rd. H. Jalari (1823 - 1902), kemudian dilanjutkan oleh Rd. H. Abdullah Usman (1902 - 1945), lalu Rd. Mohamad Isya (1945 - 1980), dan kini memasuki periode ke IV tokohnya adalah Rd. Agus Gaos, Rd. Muhammad Amin dan Rd. Iyet Dimyati. Namun tokoh tersebut hanya tinggal Rd. Iyet Dimyati.
Tembang Cigawiran pada awal perkembangannya bermula dari kebiasaan Rd. H. Jalari yang senang berguru ke berbagai pesantren hingga ke Jawa Timur. Beliau memiliki kebiasaan mengarang dalam bentuk guguritan dengan pola mengikuti aturan pupuh yang kemudian guguritan tersebut dikembangkan dengan lagam mandiri.
Thema dari guguritan tersebut berupa fatwa - fatwa yang mengajak untuk melaksanakan syariat Agama Islam secara sempurna dengan tidak memaksa, ada juga rumpaka - rumpaka lagu yang menuturkan keindahan alam dan hal lainnya.
Sepulang berguru agama dai berbagai pesantren di Jawa, Jalari muda mendirikan pesantren di tempat kelahirannya, Cigawir. Sedangkan yang diajarkannya selain Al - Qur'an, guguritan yang beliau karang dengan khas beliau pun diajarkan pula. Sehingga tidak heran jika para Santri yang sempat belajar ke PesantrenCigawir selain bisa mengaji, paham juga tentang guguritan serta melagukannya.
Dalam perkembangan kini, Tembang Cigawiran seringkali dipergunakan para Ulama untuk menyampaikan petuah - petuahnya dalam ceramah di pesantren - pesantren sekitar Cigawir, Sela Awi dan Limbangan, juga acap kali dipergunakan Rd. Iyet Dimyati untuk menyampaikan lamaran atau nyerenkeun maupun nampi Pengantin pada upacara pernikahan. ***
0 komentar:
Posting Komentar